Jacub Ponto, pejuang senyap dari Kuninganilustrasi

KUNINGAN – Di balik riuhnya sejarah nasional yang sering kali didominasi nama-nama besar dari pusat kekuasaan, terdapat sosok pejuang daerah yang kiprahnya tak kalah penting. Salah satunya adalah Jacub Ponto, tokoh asal Kuningan, Jawa Barat, yang kini tengah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui dukungan dari Kementerian Kebudayaan RI.

Awal Perjuangan, Latar Belakang Keluarga, dan Pendidikan

Jacub Ponto lahir pada 15 Juni 1905 di Desa Sangkanurip, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan. Ia berasal dari keluarga sederhana namun terpandang, ayahnya adalah seorang guru desa sekaligus pengurus masjid, sedangkan ibunya aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan dan kemandirian inilah yang membentuk karakter Jacub sejak muda.

Pendidikan formalnya ia tempuh di sekolah rakyat di Kuningan, kemudian melanjutkan ke Sekolah Guru di Cirebon. Ia dikenal sebagai siswa yang kritis dan aktif dalam diskusi kebangsaan bersama para pelajar lainnya. Jacub juga sempat mengikuti pelatihan organisasi kerakyatan dan koperasi di Bandung, yang kelak menginspirasi perjuangannya.

Kiprah dan Perlawanan Melawan Kolonialisme

Pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1930–1942, Jacub Ponto aktif dalam gerakan bawah tanah yang menyuarakan perlawanan melalui jalur ekonomi dan pendidikan. Ia mendirikan koperasi rakyat, serta kelompok belajar untuk petani dan pemuda desa. Lewat koperasi, ia menyuplai kebutuhan masyarakat sambil memutus ketergantungan pada pasar kolonial.

Tahun 1942–1945, saat pendudukan Jepang, Jacub sempat ditahan singkat karena menolak kerja paksa (romusha) dan menentang perintah militer Jepang yang merugikan rakyat kecil. Meski dibebaskan dengan pengawasan, aktivitasnya tetap berjalan diam-diam. Ia bukan anggota militer formal, tetapi kerap membantu logistik laskar perjuangan. Beberapa sumber menyebut ia bagian dari jaringan sipil pendukung pejuang kemerdekaan.

Peran Strategis di Masa Revolusi

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, Jacub Ponto mengambil peran penting dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, khususnya di wilayah Kuningan dan sekitarnya. Ia dipercaya sebagai penghubung antara kelompok pejuang bersenjata dan tokoh-tokoh sipil di pedesaan, yang kala itu berperan sebagai penyambung informasi dan logistik.

Antara tahun 1945–1948, ia menjadi jembatan komunikasi antara tentara pejuang (TRI dan laskar rakyat) dengan masyarakat desa. Jacub juga menjadi mediator saat terjadi konflik internal antar kelompok pejuang yang berbeda latar belakang. Ia selalu mendorong persatuan dan gotong royong sebagai kunci mempertahankan republik.

Wafat dan Peninggalan untuk Kuningan

Jacub Ponto wafat pada 9 Oktober 1951 akibat komplikasi paru-paru yang dideritanya sejak masa pendudukan Jepang. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga di Desa Sangkanurip.

Meski tak dikenal luas di tingkat nasional, warisannya sangat dirasakan warga Kuningan:

  • Sistem koperasi desa yang ia rintis menjadi cikal bakal BUMDes.
  • Sekolah nonformal untuk petani yang dahulu ia bentuk kini menjadi inspirasi balai pelatihan desa.
  • Semangat gotong royong yang ia tanamkan masih menjadi budaya kerja komunitas lokal.

Warisan Pemikiran dan Nilai Perjuangan

Jacub dikenal sebagai figur yang mengedepankan pendidikan, kemandirian rakyat, dan prinsip anti-kolonialisme. Dalam berbagai arsip lisan masyarakat Sangkanurip, ia disebut sebagai “Bapak Penggerak Desa” karena menginisiasi banyak program berbasis gotong royong.

Makamnya yang terletak di Desa Sangkanurip saat ini menjadi salah satu situs sejarah lokal yang dikunjungi masyarakat, terutama pada peringatan Hari Kemerdekaan dan hari-hari besar nasional. Pemerintah Kabupaten Kuningan bersama Kementerian Kebudayaan telah menyatakan komitmennya untuk merenovasi dan merawat makam tersebut sebagai bagian dari pelestarian sejarah daerah.

Menuju Gelar Pahlawan Nasional

Usulan Jacub Ponto sebagai Pahlawan Nasional bukan tanpa dasar. Selain perannya dalam perlawanan terhadap kolonialisme dan kontribusinya dalam menjaga stabilitas wilayah di masa revolusi, nilai-nilai perjuangan yang ia tanamkan relevan dengan konteks Indonesia modern: kemandirian, kesetaraan, dan pendidikan rakyat.

Wakil Bupati Kuningan, Tuti Andriani, menyatakan bahwa pengajuan gelar ini adalah bentuk penghormatan terhadap jasa Jacub Ponto yang selama ini kurang terekspos secara nasional.

“Kita tidak boleh melupakan pahlawan daerah yang perjuangannya nyata. Mereka adalah fondasi yang menopang Republik ini dari bawah,” ujarnya saat kunjungan bersama Dirjen Kebudayaan ke situs makam Jacub Ponto, 19 Juni 2025.

Jacub Ponto adalah simbol perjuangan senyap—tokoh akar rumput yang tidak mengangkat senjata di medan perang besar, tapi membangun ketahanan masyarakat dari dalam. Dalam narasi besar sejarah Indonesia, sosok seperti Jacub Ponto adalah bagian penting yang sering luput dari sorotan, namun sesungguhnya menjadi fondasi kemerdekaan yang kita nikmati hari ini.

Dengan segala jasa dan pengabdian yang ia berikan, sudah saatnya Jacub Ponto mendapatkan tempat dalam deretan Pahlawan Nasional Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *