Publik Geram, BK DPRD Kuningan Dinilai Tak Berani Sentuh Elite PartaiIlustrasi

Tahun ini jadi babak penting – sekaligus ujian berat – bagi Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Kuningan. Lembaga yang selama ini digadang-gadang sebagai benteng marwah DPRD kembali jadi sorotan tajam publik.

Kenapa? Karena gelombang laporan dugaan pelanggaran etika kembali membanjiri meja BK DPRD Kabupaten Kuningan. Polanya mirip sinetron: relasi kuasa, asmara terlarang, dan hobi merendahkan perempuan. Kalau ini serial drama, judulnya sudah pasti “Politisi dan Cinta Terlarang: Season 5”.

Setelah sukses menuntaskan kasus Saudara R yang berujung PAW (Pergantian Antar Waktu), BK DPRD Kabupaten Kuningan sempat banjir pujian. Saat itu mereka dianggap menyelamatkan DPRD dari noda moral di masa seratus hari kerja – saat seharusnya bikin prestasi, bukan bikin aib.

Tapi sekarang, kasus T kembali bikin gempar, membongkar luka lama kasus S. Polanya sama: mencuat di ranah etik, ramai di ranah publik, lalu rawan hilang tertelan kabut politisasi dan loyalitas partai.

BK Dituding “Ciut Nyali” Hadapi Elite Partai

Mahasiswa sudah bersuara. Masyarakat sipil, aktivis, dan tokoh masyarakat ikut mengkritik. Banyak yang menuding BK DPRD Kabupaten Kuningan “ciut nyali” kalau berhadapan dengan elite partai. Bukannya jadi benteng, malah kayak tembok kamuflase – keras di luar, kopong di dalam.

Faried Arief, aktivis sekaligus pendiri Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK), tegas menyoroti:

“Kami bukan sedang mempermasalahkan status nikah siri. Tapi sikap pejabat publik yang mempermainkan martabat perempuan lalu berlindung di balik agama. Ini pengkhianatan besar terhadap etika dan moralitas publik,” ujar Faried, Kamis (3/7/2025).

Ia menambahkan, BK harus berani menegakkan aturan tanpa pandang bulu.

“Jangan sampai ada kesan kalau yang bersalah elite partai besar, prosesnya diperlambat atau dibekukan. Kita kawal terus, karena ini menyangkut martabat institusi DPRD,” tambahnya.

Publik Butuh Transparansi, Bukan Sensasi

Faried mengingatkan, publik tak menuntut sensasi. Yang dibutuhkan hanyalah transparansi. Sudah jadi SOP di banyak DPRD, laporan dugaan pelanggaran etik itu wajib melalui tahapan jelas:

  • Penerimaan pengaduan oleh Ketua DPRD
  • Disposisi ke BK
  • Pemeriksaan pendahuluan
  • Klarifikasi dan verifikasi
  • Sidang BK dan keputusan

Tahapan ini, kata Faried, wajib disampaikan terbuka. Karena diamnya BK menimbulkan kecurigaan. Di era media sosial sekarang, diam bukan emas – diam itu bumerang.

“Masyarakat sekarang nggak bisa lagi dibohongi. Transparansi BK itu harga mati. Jangan tunggu tekanan publik baru gerak. Kalau tidak independen, lebih baik bubar!” tegasnya.

Bukan Ranah Privat, Ini Soal Etika Publik

Faried menegaskan, publik tak sedang mengadili nikah siri politisi. Yang jadi sorotan adalah sikap mereka terhadap perempuan – apalagi kalau perceraian atau pernikahan dilakukan demi citra politik, bukan alasan syar’i.

“Ini bukan lagi ranah privat. Ini soal moralitas dan etika publik. Karena anggota dewan sejak disumpah bukan lagi milik pribadi atau partai – tapi milik rakyat,” tandasnya.

BK Harus Berani atau Publik Kehilangan Kepercayaan

Sudah saatnya BK menunjukkan bahwa mereka benar-benar benteng kehormatan DPRD, bukan sekadar “benteng tikus” tempat para pelanggar moral bersembunyi di balik partai.

Langkah tegas BK di kasus R harus jadi standar minimum dalam kasus serupa. Jangan sampai dulu tegas cuma buat pencitraan, sekarang malah kompromi politik.

Partai politik pun dituntut menunjukkan tanggung jawab moral. Kalau memang mau jadi rumah demokrasi bersih, jangan jadikan partai sebagai safe house bagi kader bermasalah.

Publik Kini Melek Etika dan Siap Mengawal

Era publik yang mudah diarahkan sudah lewat. Sekarang masyarakat melek politik, sadar etika, dan siap mengawal demokrasi lokal. Mereka tak cuma menunggu hasil, tapi juga ingin tahu prosesnya.

“Badan Kehormatan DPRD Kuningan harus menjawab tantangan ini. Menjadi benteng bukan berarti berdiam di balik tembok, tapi berdiri di depan saat nilai-nilai DPRD dirongrong oleh kelakuan anggotanya sendiri,” tutup Faried.

Kalau tidak, sejarah akan mencatat: saat rakyat menaruh harap pada BK, yang muncul hanya bungkam dan takut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *