JAKARTA – Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik nepotisme dalam pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Dalam surat laporan yang diterima KPK, Marullah diduga mengangkat anggota keluarganya ke posisi strategis. Anak kandungnya, Muhammad Fikri Makarim alias Kiky, diangkat sebagai Tenaga Ahli Sekda DKI dan mendapat fasilitas ruangan khusus yang berdekatan dengan ruang kerja Marullah. Kiky diduga melakukan intimidasi terhadap para direksi BUMD dan kepala satuan kerja perangkat daerah untuk menggalang dana demi kepentingan pribadi.

Laporan menyebutkan Kiky berperan sebagai makelar proyek Pemprov DKI dan BUMD. Dia diduga memaksa Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (BPPBJ), Dudi Gardesi, agar seluruh proyek Pemprov DKI tahun 2025 yang dilelang harus mendapat izin darinya. Jika tidak, hasil lelang batal atau pemenang tender harus menghadapi Kiky.

Selain itu, Faisal Syafruddin, yang merupakan menantu keponakan Marullah dan kini menjabat Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta, juga disebut memanfaatkan jabatannya untuk memerintahkan bawahan menyetor uang secara rutin dengan alasan pengamanan dari kepolisian dan kejaksaan. Dalam laporan disebutkan Faisal menguasai empat kendaraan dinas, padahal ketentuan hanya mengizinkan satu kendaraan bagi Kepala OPD.

Marullah juga diduga mengangkat Chaidir, mantan Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Chaidir dilaporkan melakukan praktik jual beli jabatan dengan tarif bervariasi, salah satunya posisi eselon III yang dipatok Rp300 juta.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya laporan tersebut yang diterima pekan lalu. KPK saat ini tengah menelaah dan memverifikasi laporan untuk menentukan validitas serta apakah kasus ini termasuk ranah tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan lembaga antirasuah.

“KPK akan melakukan telaah terhadap setiap laporan masyarakat untuk melihat validitas informasi dan keterangan yang disampaikan,” ujar Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

“Verifikasi akan dilakukan untuk menentukan substansi laporan, apakah termasuk tindak pidana korupsi dan kewenangan KPK atau tidak,” tambahnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena diduga melibatkan pejabat tinggi Pemprov DKI Jakarta dan praktik nepotisme yang merugikan tata kelola pemerintahan. KPK diharapkan bergerak cepat dalam menindaklanjuti laporan demi menjaga integritas birokrasi di ibu kota.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *