DEPOK — Seorang pegawai Kejaksaan Agung Republik Indonesia menjadi korban pembacokan oleh orang tak dikenal di Jalan Pengasinan, Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Peristiwa mengerikan ini terjadi pada Sabtu dini hari (24/5/2025), sekitar pukul 02.30 WIB, dan mengakibatkan korban mengalami luka serius pada tangan kanannya.
Korban diketahui berinisial DSK, seorang staf di unit Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Pusdaskrimti) Kejaksaan Agung. Menurut laporan pihak kepolisian, luka parah yang dialami DSK bahkan membuat jari kelingkingnya nyaris putus akibat sabetan senjata tajam.
AKP Made Budi, Kepala Seksi Humas Polres Metro Depok, menjelaskan bahwa kejadian terjadi saat korban sedang dalam perjalanan pulang seusai bekerja. Karena hujan lebat mengguyur kawasan Depok, DSK sempat berteduh di sebuah warung kopi sebelum melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor.
Namun sesaat setelah melanjutkan perjalanan, ia dihampiri oleh dua orang tak dikenal yang datang dari arah berlawanan dengan berboncengan motor. Pelaku langsung memepet dan mengeluarkan ancaman bernada kasar, seperti “mampus lu” dan “sikat,” sebelum mengayunkan senjata tajam ke arah korban.
“Pelaku menyerang secara tiba-tiba dengan sebilah senjata tajam, tepat mengenai tangan kanan korban,” kata AKP Made Budi kepada wartawan. “Korban mengalami luka cukup serius, terutama pada jari kelingking yang nyaris putus dan harus menjalani pembedahan di rumah sakit.”
Menurut Made, korban berhasil menyelamatkan diri dan segera pulang dibantu oleh kerabatnya dengan menggunakan mobil. Setibanya di rumah, DSK langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
Pihak kepolisian telah mulai melakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi. Hingga kini, baru satu orang saksi yang telah dimintai keterangan. Polisi juga mengimbau masyarakat yang mengetahui informasi tentang pelaku untuk segera melapor.
Keterangan Resmi dari Kejaksaan Agung
Sementara itu, Kejaksaan Agung juga memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa peristiwa pembacokan tersebut mendapat atensi serius dari pimpinan institusi Adhyaksa. Ia menjelaskan bahwa DSK dibacok hanya sekitar satu kilometer dari rumahnya setelah melanjutkan perjalanan dari tempat berteduh.
“Pada sekitar pukul 02.30 WIB, dari arah depan muncul dua orang yang berboncengan mendekati korban sambil meneriakkan ‘sikat’ dan langsung mengayunkan senjata tajam ke arah pergelangan tangan kanan DSK,” terang Harli dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari Berita Satu (27/5/2025).
Setelah menyerang, pelaku langsung melarikan diri sembari kembali meneriakkan ancaman. Menariknya, ketika korban hendak dibawa ke rumah sakit oleh kerabat, DSK menyadari bahwa terdapat dua orang lain yang tampak mencurigakan dan seolah mengawasi gerak-gerik kendaraan yang ditumpanginya.
DSK kemudian dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani tindakan medis. Berdasarkan diagnosis awal, urat pada jari kelingking korban diketahui putus dan jari tersebut tak dapat digerakkan. Operasi segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Jaksa Agung Turun Tangan, Keamanan Jaksa Dipertanyakan
Menanggapi insiden ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin dikabarkan telah langsung menjenguk korban di rumah sakit. Hal ini disampaikan kembali oleh Harli Siregar, yang menyatakan bahwa lembaga Kejaksaan sangat menaruh perhatian terhadap perlindungan dan keamanan para jaksa serta pegawai yang sedang menjalankan tugasnya.
Menurut Harli, kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa jaksa atau staf kejaksaan tidak jarang mendapat intimidasi hingga serangan fisik saat menjalankan tugas. Kejadian ini juga bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, seorang jaksa pada Kejari Deli Serdang, Jhon Wesli Sinaga, juga menjadi korban pembacokan.
“Inilah bukti pentingnya kehadiran negara dalam memberikan perlindungan hukum dan keamanan bagi setiap jaksa dalam menjalankan tugas,” ucap Harli tegas, seperti dikutip Berita Satu.
Ia menambahkan bahwa dalam berbagai kesempatan, pihak kejaksaan telah menyampaikan urgensi pengamanan, terutama bagi jaksa yang sedang menangani perkara besar dan sensitif. Serangan terhadap aparat penegak hukum, kata Harli, tidak hanya membahayakan individu yang bersangkutan, tapi juga menjadi ancaman terhadap sistem hukum secara keseluruhan.
Desakan Perlindungan dari TNI-Polri
Harli menyampaikan bahwa dalam situasi seperti ini, pihaknya berharap ada sinergi yang lebih erat antara Kejaksaan, TNI, dan Polri dalam menjamin keamanan jaksa dan pegawai kejaksaan. Menurutnya, jika diperlukan, perlu dibuat mekanisme khusus yang melibatkan aparat keamanan untuk memberikan pengawalan atau perlindungan terhadap jaksa yang rentan menjadi sasaran.
“Bapak Jaksa Agung dalam kaitan ini sangat responsif. Kita sedang mengkaji pola kerja sama yang konkret dengan TNI dan Polri, agar ke depan ada perbantuan keamanan yang sistematis,” lanjut Harli.
Ia menegaskan bahwa kejaksaan tidak akan tinggal diam dan memastikan proses hukum terhadap pelaku pembacokan akan diusut tuntas. “Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Metro Depok dan Polda Metro Jaya. Kami minta kasus ini diselesaikan secara tuntas,” tambahnya.
Pentingnya Sistem Keamanan untuk Aparat Penegak Hukum
Peristiwa ini membuka kembali diskursus tentang perlunya sistem perlindungan menyeluruh bagi penegak hukum di Indonesia. Serangan terhadap jaksa, baik secara verbal maupun fisik, mencerminkan tingginya risiko yang dihadapi aparat hukum di lapangan. Dalam menjalankan tugas menuntut dan menegakkan keadilan, jaksa sering kali berhadapan dengan pihak-pihak yang tidak puas dengan proses hukum.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Dwi Susanto, menyatakan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi aparat penegak hukum. “Kalau jaksa saja tidak aman, bagaimana mereka bisa bekerja optimal? Negara harus menjamin perlindungan baik fisik maupun digital terhadap mereka,” ujarnya kepada Berita Satu.
Prof. Dwi juga menyarankan agar Kejaksaan membentuk unit pengamanan internal atau melakukan pelatihan dasar keamanan pribadi bagi jajarannya. Hal ini untuk meminimalisir risiko saat mereka sedang bertugas di luar lingkungan kantor.
Penutup: Upaya Pemulihan dan Harapan
Sementara itu, kondisi korban DSK pascaoperasi dikabarkan sudah mulai stabil, meski jari kelingking kanannya belum bisa digerakkan. Tim medis masih melakukan pemantauan lanjutan terhadap proses penyembuhan saraf dan jaringan yang rusak.
Pihak keluarga berharap pelaku dapat segera ditangkap dan diproses hukum. Mereka juga meminta aparat menindak tegas segala bentuk kekerasan terhadap jaksa dan aparat kejaksaan lainnya.
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, sekaligus mengupayakan sistem perlindungan yang lebih kuat ke depan bagi seluruh jajaran Adhyaksa di Indonesia.